SedangRijal al Hadis berarti orang orang yang meriwayatkan hadis serta berkecimpungdengan hadis Nabi. Secara terminologi ilmu ini didefenisikan dengan "ilmu yang membahas tentang keadaan para periwayat baik dari kalangan sahabat, shahih, maupun generasi berikutnya".1 Maksudnya ialah ilmu yang membicarakan seluk beluk dan sejarah kehidupan

Ilmu Rijalul Hadis adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadis dalam kapasitasnya sebagai periwayat hadis. Maksudnya adalah ilmu yang membahas seluk beluk dan sejarah kehidupan para periwayat, baik dari generasi sahabat, tabi’in maupun tabi’ tabi’ pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan ilmu ini sangat penting, mengingat obyek kajiannya pada “matan” dan “sanad“, sebab kemunculan ilmu Rijalul Hadis pada periwayatan hadis sudah mengambil porsi khusus permasalahan-permasalahan pada sanad. Oleh sebab itu, mempelajari ilmu ini sangat penting, sebab nilai suatu hadis sangat dipengaruhi oleh karakter dan perilaku serta biografi perawi itu ilmu Rijalul Hadis adalah untuk mengetahui dan meneliti apakah dapat diterima atau tidaknya keadaan tokoh-tokoh dalam sanad hadis. Urgensi dikuasainya ilmu ini karena di dalamnya membahas tentang periwayat hadis yang dapat menentukan status sanad hadis. Jika perawi dalam sanad tersebut muttasil berkesinambungan antara guru dan murid dan tsiqah terpercaya pada setiap tingkatannya maka periwayatannya sudah dapat diterima meskipun belum Pentingnya Ilmu Rijalul HadisSebagai contoh urgensi ilmu ini adalah, disebutkan bahwa Umar bin Khathab melarang dan membakar tulisan – tulisan hadis dan sampai memukul sahabat Abu Hurairah. Riwayat yang menyebutkan bahwa Umar pernah menyebarkan edaran ke berbagai daerah agar orang–orang membakar tulisan hadis bersumber dari orang yang bernama Yahya bin Ja’d. Dan setelah diteliti, sanadnya terputus sehingga tidak dapat dipertimbangkan sebagai argumen yang juga riwayat yang mengatakan bahwa Umar pernah memukul Abu Hurairah. Riwayat ini setelah diteliti ternyata palsu, karena bersumber dari seorang Syi’ah yang justru anti sahabat, khususnya Umar. Karenanya riwayat seperti ini juga gugur dari pertimbangan. Tepatlah apa yang dikatakan oleh Syeikh Abdullah bin Mubarak wafat 181 H, sistem sanad adalah merupakan bagian dari agama Islam, sebab seandainya tidak ada sanad maka setiap orang dapat mengatakan aapa saja dengan menisbahkan kepada Nabi saw.
IlmuRijalul Hadis merupakan ilmu secara khusus membahas perawi hadits, dimana Ilmu Rijalul Hadis memiliki dua anak cabang, yakni Ilmu Tarikh ar-Ruwah dan Ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil. Ilmu Rijalul Hadis dalam mengkaji para rawi pada dasarnya memiliki dua ruang bahasan. Pertama, biografi atau sejarah para rawi sebagai cakupan Ilmu Tarik ar-Ruwah.
Ilmu Rijalul Hadits Rawi Pengertian, Cabang, Syarat, Contoh, Kegunaannya DEFINISI RAWI الراوي في لغة الذى يروي الحديث و نحوه المنوز ٥٩٠ Kata rawi atau ar-rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadits naqil al-hadits. Sebenarnya, sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadits pada tiap tabaqah-nya, juga disebut rawi, jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan tetapi, yang membedakan antara rawi dan sanad terletak pada pembukuan atau pen-tadwin-an hadits. Orang yang menerima hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin disebut perawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin orang yang membukukan dan menghimpun hadits. Ilmu Rijalil Hadits adalah salah satu dari ilmu-ilmu hadits yang sangat penting. Ilmu hadits, melengkapi sanad dan matan. Orang-orang sanad itulah perawih-perawih hadits. Maka merekalah pokok pembicaraan ilmu Rijalul Hadits yang merupakan salah satu dari dua tepi ilmu hadits. Lantataran inilah para ulama sangat mementingkan ilmu ini. Ilmu Rijalul hadis terbagi atas dua ilmu yang besar 1. Ilmu Tarikhir Ruwah Ilmu sejarah perawi-perawi hadits. 2. Ilmu jahri wat Ta’dil Ilmu yang menerangkan adil tidaknya perawi hadits. Maka Ilmu Tarikhir Ruwah ialah “ ilmu yang mengenalkan kepada kita perawi-perawi hadits dari segi mereka meriwayatkan hadits. Maka ilmu ini menerangkan keadaan-keadaan perawi, hari kelahirannya, kewafatannya, guru-gurunya, masa mulai mendengar hadits dan orang-orang yang meriwayatkan hadits dari padanya, negrinya, tempat kediamannya, perlawatan-perlawatnnya, sejarah kedatangannya ketempat-tempat yang dikunjungi dan segala yang berhubungan dengan urusan hadits”. CONTOH RAWI حدثنا محمد بن معمر بن ربعي القيس، حدثنا أبو هشام المحزومي عن عبد الواحد وهو ابن زياد حدثنا عثمان بن حكيم حدثنا محمد ابن المنكدر عن عمران عن عثمان بن عفان قال ؛ قال رسول الله صلي الله عليه و سلم ؛ من توضأ فأحسن الوضوء خرجت خطاياه من جسده حتي تخرج من تحت أظفاره.رواه مسلم Artinya “ Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’i al-Qaisi, katanya telah menceritakan kepadaku Abu Hisyama al-Mahzumi dari Abu Al-Wahid yaitu Ibnu Ziyad, katanya telah menceritakan kepadaku Utsman bin Hakim, katanya telah menceritakan kepadaku Muhammad al-Munqadir, dari Amran, dari Utsman bin Affan ia berkata” Barang siapa yang berwudu’ dengan sempurna sebaik-baiknya wudu’, keluarlah dosa-dosanya dari seluruh badannya, bahkan dari bawah kukunya” MUSLIM. Dari nama Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’il al-Qaisi sampai dengan Utsman bin Affan ra. adalah sanad dari hadits tersebut. Mulai kata “man tawadha’a” sampai dengan kata “tahta azhfarihi”, adalah matannya, sedangkan Imam Muslim yang dicatat diujung hadits adalah perawinya, yang juga disebut mudawwin. SYARAT-SYARAT RIJALUL HADITS 1. Islam 2. Baligh 3. Adil 4. Dhabith KEGUNAAN Dari definisi yang telah dikemukakan, dapat diketahui bahwa ilmu rijal al-hadits berkaitan dengan hal ihwal para periwayat hadits. Karena itu, ilmu ini mengambil porsi tertentu dalam bahasan ilmu hadits. Ilmu ini sangat diperlukan dalam penelitian sanad Hadits, yang kegunaannya antara lain adalah sebagai berikut. Dengan ilmu ini penelitian sanad Hadits dapat dilakukan, karena ilmu ini merupakan data yang lengkap mengenai para periwayat Hadits, baik biografi mereka,maupun kualitas pribadi sulit dibayangkan, kalau seseorang sekarang ini ingin meneliti sanad Hadits, tanpa menggunakan ilmu ini, mengingat bahwa para periwayat itu sendiri sudah ribuan tahun meninggal dunia. Bahasan Hadits mencakup sanad dan matan, ilmu ini berguna untuk mendalami pengetahuan tentang sanad, dengan menguasai sanad hadits, berarti mengetahui separuh ilmu hadits. Seorang pengkaji hadits belumlah dianggap lengkap ilmunya tentang hadits, kalau hanya mempelajari matannya, sebelum mempelajari juga sanadnya. Sejarah merupakan senjata terbaik yang digunakan oleh ulama dalam menghadapi para pendusta. Sufywan Al Tsaurymengatakan “Sewaktu para perawi menggunakan kedustaan, maka kami menggunakan sejarah untuk melawan mereka.” Ulama tidak cukup hanya menunjukkan urgensi mengetahui sejarah para perawi, tetapi mereka sendiri juga mempraktekkan hal itu. Contoh mengenai hal itu sangat banyak, sampai tak terhitung. Antara lain yang diriwayatkan oleh Ufair ibn Ma’dan Al Kala’yi, katanya Umar ibn Musa datang kepada kami di Himsh. Lalu kami berkumpul di mesjid. Lalu beliau berkata “Telah meriwayatkan kepada kami guru kalian yang shaleh.” Ketika sering mengungkap kata itu, aku bertanya kepadanya “Siapa yang anda maksud guru kami yang shaleh? Sebutlah namanya agar kami bisa mengenalnya.” Ia menjawab “Khalid Ibn Ma’dan.” Aku bertanya kepadanya “Tahun berapa anda bertemu dengannya?” Ia menjawab “Aku bertemu dengannya pada tahun seratus delapan.” Aku bertanya lagi “Di mana anda bertemu dengannya?” Ia berkata “Aku bertemu di dalam peperangan Armenia.” Lalu aku bertanya kepadanya “Bertakwalah kepada Allah, wahai Syeikh dan jangan berdusta. Khalid ibn Ma’dan wafat tahun seratus empat. Jadi anda mengaku bertemu dengannya empat tahun sesudah ia meninggal.” Aku tambahkan pula, ia tidak turut serta dalam peperangan ke Armenia. Dia hanya ikut dalam perang Romawi. Dengan ilmu ini kita dapat mengetahui, keadaan para perawi yang menerima hadits dari Rasulullah dan keadaan perawi yang menerima hadits dari sahabat dan seterusnya. Dan juga dengan ilmu ini, dapat ditentukan kualitas serta tingkatan suatu hadis dalam permasalahan sanad hadis. Dalam sejarah islam, pada akhir masa pemerintahan Ali bin Abi Tholib, pemalsuan Hadits mulai ada dan pada masa pemerintahan Bani Umayyah –sampai akhir abadpertama Hijriyah- pemalsuan itu berkembang pesat. Untuk menjaring Hadits-hadits palsu itu ilmu rijal al-hadits dapat dipergunakan. Jadi dapat diketahui bahwa ilmu rijal hadis berguna untuk mengetahui tentang para perawi yang ada dalam tingkatan sanad hadis. Dengan mengatahui para perawi itu akan dapat mencegah terjadinya pemalsuan hadis, penambahan matan hadis, juga dapat mengetahui tingkatan keshahihan tiap-tiap hadis yang ditemui. LATAR BELAKANG PENTINGNYA Ilmu Rijal Hadis ini lahir bersama-sama dengan periwayatan hadis dalam Islam dan mengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad. Ulama memberikan perhatian yang sangat serius terhadapnya agar mereka dapat mengetahui tokoh-tokoh yang ada dalam sanad. Ulama akan menanyakan umur para perawi, tempat mereka, sejarah mendengar belajar mereka dari para guru,disamping bertanya tentang para perawi itu sendiri. Hal itu mereka lakukan demi mengetahui keshahihan sima’ yang dikatakan oleh perawi dan demi mengetahui sanad-sanad yang muttashil dari yang terputus, yangmursal, dari yang marfu’ dan lain-lain. Banyak hal yang menyebabkan sejarah para periwayat hadis menjadi objek kajian dalamIlmu Rijal Al Hadis, diantaranya adalah 1. Tidak seluruh hadis tertulis pada zaman Nabi Hadis yang ada ditulis pada masa Nabi sangat minim sekali, padahal yang menerima hadis sangat banyak orangnya. Hal ini menyebabkan banyaknya terjadi kekeliruan dalam penyampaian hadis selanjutnya. Hadis yang disampaikan itu kadang dalam penyampaiannya mengalami perubahan-perubahan redaksi sehingga menyebabkan hadis tersebut menjadi rendah tingkatannya. Oleh karena itu dalam masalah ini diperlukan pengetahuan tentang para perawi yang ada dalam tingkatan sanad untuk menghindari kesalahan-kesalahan tersebut. 2. Munculnya pemalsuan hadis Hadis Nabi yang belum terhimpunn dalam suatu kitab dan kedudukan hadis yang sangat penting dalam sumber keajaran Islam, telah dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab oleh orang-orang tertentu. Mereka membuat hadis palsu berupa pernyataan – pernyataan yang mereka katakana berasal dari Nabi, padahal Nabi sendiri tidak pernah menyatakan demikian. Untuk itu Ilmu Rijal Hadis banyak membicarakan biografi para periwayat hadis dan hubungan periwayat satu dengan periwayat lainnya dalam periwayatan hadis agar menghindari terjadinya pemalsuan hadis. 3. Proses penghimpunan hadis Tadwin Karena takut akan kehilangan hadis, maka pada masa khalifah diadakan pengumpulan hadis dari seluruh daerah. Dalam melakukan penghimpunan hadis ini, diperlukan pengetahuan tentang sejarah hidup para perawi sehingga dapat diketahui kualitas hadis yang di himpun tersebut agar tidak terjadi ketercampuran antara hadis yang lebih baik kualitasnya dari segi sanad dengan hadis maudu’ maupun hadis dhaif dalam penghimpunan itu. Inilah beberapa factor yang menyebabkan di dalam Ilmu Rijal Hadis, sejarah para periwayat menjadi objek kajian. Di sebabkan betapa pentingnya pengetahuan tentang periwayat dalam hal-hal yang telah disebutkan diatas. SASARAN POKOKNYA Ilmu rijal al-hadits terdiri atas dua pokok, yaitu Ilmu Tarikh ar-Ruwah, yang mengenalkan kepada kita para periwayat hadits dalam kapasitas mereka selaku periwayat hadits. Ilmu ini menerangkan hal-ihwal periwayat, hari lahir dan wafatnya, guru-gurunya, masa dia mulai mendengarkan hadits, orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya, negerinya, tempat tinggalnya, perlawatannya dalam mencari hadits, tanggal tibanya di berbagai negeri, dia mendengar hadits dari guru-gurunya dan segala hal yang berhubungan dengan urusan Hadits. Ilmu ini lebih banyak membicarakan biografi para periwayat hadits dan hubungan periwayat yang satu dengan periwayat yang lain dalam periwayatan al-Jarh wa at-Ta’dil, yang membahas hal-ihwal periwayat hadits dari segi dapat diterima, atau ditolak riwayatnya. Ilmu ini lebih menekankan kepada pembahasan kualitas pribadi periwayat Hadits, khususny dari segi kekuatan hafalannya, kejujurannya, integritas pribadinya terhadap ajaran islam dan berbagai keterangan lainnya yang berhubungan dengan penelitian sanad Hadits. CABANG-CABANGNYA Dari kedua pokok ilmu rijal al-Hadits ini, muncul pula cabang-cabang yang mempunyai ciri pembahasan tersendiri. Cabang-cabang itu antara lain adalah Ilmu Tabaqat ar-Ruwah, yaitu ilmu yang mengelompokkan para periwayat ke dalam suatu angkatan atau generasi al-Mu’talif wa al-Mukhtalif, yaitu ilmu yang membahas tentang perserupaan bentuk tulisan dari nama asli, nama samaran, dan nama keturunan para periwayat, namun bunyi bacaannya al-Muttafiq wa al-Muftariq, yaitu ilmu yang membahas tentang perserupaan bentuk tulisan dan bunyi bacaan, namun berlainan personalianya,dan Ilmu al-Mubhamat, yaitu ilmu yang membahas nama-nama periwayat yang tidak disebut dengan jelas ULAMA-ULAMA YANG AHLI DAN KITAB-KITABNYA Dalam pembahasan tentang ilmu rijal al-Hadits, maka para Ulama mengarang kitab dengan bentuk dan metode yang beragam,berikut pembagiannya 1. Kitab Tarikh ar-Ruwah - At-Tobaqot al-Kubro karangan Muhammadbin Sa’ad 168-230 - Tazkiroh al-HUffaz karangan az-Zahaby w. 748H - Tarikh a-Islam karangan az-Zahaby - Tahzib at-Tahzib karangan al-Hafiz Syihab ad-Din Abu Fadl Ahmad bin Aly ibn Hajar al-Asqolaniy 772-852H - Tarikh Bagdad karangan Abu Bakar Ahmad bin Aliy al-Baghdadiy 392-463H - Al-Asma wa al-Kuna karangan Abu Bisyr Muhammad bin Ahmad ad-Dawlaby 234-320 H 2. Kitab al-Jarh wa at-Ta’dil - Kitab as-Siqat karangan Abu al-Hasan Ahmad bin Abdullah al_Ijliy - Ad-Du’afa al-Kabir dan Ad-Du’afa as-Sogir karangan Imam Muhammad bin Isma’il al-Bukhoriy 194-256H - Al-Kamil fi Ad-Du’afa ar-Rijal karangan Abu Ahmad Abdillah bin Adiy al-Jurjaniy H Source daniati
Pararawi hadis itu disebut "Rijalul Hadis". Untuk dapat mengetahui keadaan para rawi hadis itu terdapat "Ilmu Rijalul Hadis" yaitu: "Ilmu yang membahas para rawi hadis, baik dari kalangan Sahabat maupun Tabi'in dan orang-orang (angkatan) sesudah mereka". Dalam ilmu Rijalul Hadis ini dijelaskankan tentang sejarah ringkas para rawi
Pengertian Ilmu Rijalul HaditsKata Rijal al-hadits berarti orang-orang di sekitar hadis atau orang-orang yang meriwayatkan hadis serta berkecimpung dengan hadis nabi. Secara terminologis, ilmu ini didefinisikan dengan ilmu yang membahas tentang keadaan para periwayat hadis baik dari kalangan sahabat, sahih, maupun generasi-generasi rijal al-hadits adalah ilmu yang membahas hal ikhwal dan sejarah para perawi dari kalangan sahabat, tabiin, danatba’ ini sangat penting kedudukannya dalam lapangan ilmu hadits. Ilmu rijal al-hadits ini lahir bersama-sama dengan periwayatan hadits dalam islam dan mengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar penjelasan di atas kami menyimpulkan bahwa ilmu rijal al-haditsadalah ilmu yang membahasa para rawi, baik dari kalangan sahabat, tabiin, maupun dari generasi-generasi membantu Maaf kalo salah
1 Kesimpulan. Ilmu Rijal Al Hadis adalah suatu cabang ilmu dalam ilmu hadits yang membahas tentang para perawi hadits untuk mengetahui kapasitasnya sebagai perawi hadits. Ilmu ini memiliki objek kajian yang sangat jelas yaitu tentang kisah hidup para periwayat yang meriwayatkan hadits Nabi. Kisah hidup para perawi menjadi objek pembahasan [Muat Turun Artikel – Format PDF] Kedatangan Islam dengan al-Quran dan al-Hadith telah membuka lembaran baru dalam sejarah ketamadunan manusia dan perkembangan ilmu. Ilmu-ilmu seperti Usul al-Fiqh, Usul Tafsir dan Balaghah yang dihasilkan oleh Islam tidak pernah diketahui sebelum ini. Kemunculan ilmu-ilmu ini tidak lain dan tidak bukan untuk menghuraikan dan menjelaskan maksud al-Quran dan al-Hadith. Antara ilmu yang muncul ialah ilmu Rijal Hadith iaitu ilmu yang berkait dengan perawi-perawi yang meriwayatkan hadith-hadith Rasulullah. Ilmu Rijal Hadith adalah ilmu yang sangat luas. Mengetahuinya adalah mengetahui satu bahagian yang besar dalam ilmu-ilmu Islam. Imam Ali bin al-Madini berkata “Kefahaman yang mendalam tentang makna-makna hadith adalah separuh ilmu dan mengenali para perawi adalah separuh ilmu”. Abu Ghuddah, Lamahat, hal. 80 Kata-kata Ibn al-Madini jelas menunjukkan betapa tingginya kedudukan ilmu rijal yang sebaris dengan ilmu memahami kandungan hadith. Oleh kerana itu, ulama’ menulis sejumlah kitab yang tidak terhitung banyaknya tentang keadaan para perawi hadith. Ilmu ini dapat dibahagikan kepada dua. Pertama, ilmu sejarah perawi dan kedua, ilmu Jarh wa Ta`dil. Dalam tulisan ini, penulis akan membincangkan pecahan pertama sahaja yang skopnya itu sangat luas. Ilmu Tarikh al-Ruwat Atau Sejarah Para Perawi Dr. `Ajjaj al-Khatib menyebutkan takrif ilmu ini. Kata beliau, ilmu “Tarikh al-Ruwat” ialah ilmu yang memperkenalkan perawi dari sudut yang berkait dengan periwayatan hadith oleh mereka. Ilmu ini merangkumi biografi dan penjelasan keadaan perawi, tarikh lahir dan wafat, negeri mereka, tarikh mula mendengar hadith, pengembaraan, tarikh ketibaan di sesebuah negeri, guru-guru, perawi lain yang menerima hadith daripadanya dan mendengar hadith dari syaikh yang nyanyuk sebelum atau selepas berlaku nyanyuk. Usul al-Hadith, hal. 253. Ilmu ini sama berkembang dengan ilmu hadith. Dari satu sudut, ilmu ini kelihatan sebahagian dari ilmu sejarah. Cuma ia lebih tertumpu kepada keadaan para perawi. Pengenalan Para Perawi Secara asasnya, seseorang perawi dikenali dengan nama asal tetapi ada kalanya lebih dikenali dengan “kuniyah” atau nisbahnya. Apabila seorang perawi itu dikenali dengan abu fulan bapa si fulan atau ummu fulan ibu si fulan maka itu dikatakan “kuniyah”. “Kuniyah” merupakan panggilan yang cukup utuh dalam sistem panggilan masyarakat Arab yang menggambarkan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Begitu juga apabila perawi itu dikaitkan dengan sesuatu bangsa, tempat dan keturunan maka itu dipanggil sebagai nisbah. Di samping itu, ada juga perawi yang diberikan “laqab” atau gelaran yang melambangkan kedudukannya dalam dunia ilmu seperti al-Imam, al-Hafiz, Syaikh al-Islam dan lain-lain. Ulama’ yang menyusun biografi perawi akan memperkenalkan perawi itu dengan namanya, “kuniyah”nya, gelarannya kemudian nisbah kepada negeri. Jika “kuniyah”nya atau gelarannnya lebih terkenal maka itulah yang didahulukan. Pengenalan seseorang perawi akan lebih jelas lagi dengan dinyatakan bapanya, datuknya dan juga moyangnya. Faedahnya ialah apabila terdapat dua orang atau lebih yang mempunyai kesamaan pada nama perawi dan bapanya. Perbezaan akan dikesan dengan melihat kepada nama datuk. Adakalanya perbezaan kepada nama perawi yang sama dengan melihat kepada nisbah negeri. Sebagai contoh terdapat enam orang yang bernama al-Khalil bin Ahmad. Dalam satu masa ada empat orang yang bernama Ahmad bin Ja`afar bin Hamdan. Dalam pengajian hadith mereka ini dipanggil “al-muttafiq wa al-muftariq” iaitu sama pada nama tetapi berbeza individu. Taisir Mustalah al-Hadith, hal. 206 Satu kisah yang cukup menarik untuk disebutkan di sini yang diceritakan oleh Abu al-Farj al-Muafi bin Zakaria al-Nahrawani. Kata beliau “Pada satu tahun saya menunaikan haji dan ketika di Mina saya terdengar seorang yang memanggil, wahai Abu al-Farj. Sayapun berkata, mungkin dia mencari saya. Kemudian saya terfikir, ramai lagi orang yang di”kuniyah”kan dengan Abu al-Farj maka saya tidak menyahut. Kemudian saya mendengar orang itu memanggil Abu al-Farj al-Muafi. Lalu saya ingin benar untuk menyahut kemudian saya terfikir ada ramai lagi yang dipanggil Abu al-Farj al-Muafi maka saya tidak menjawab. Kemudian dipanggil lagi Abu al-Farj al-Muafi bin Jaafar lalu saya tidak menjawab. Kemudian dipanggil lagi Abu al-Farj al-Muafi bin Jaafar al-Nahrawani. Maka sayapun berkata tidak syak lagi tentu dia memanggil saya kerana dia telah menyebut “kuniyah” saya, nama saya, nama ayah saya dan negeri saya. Lalu saya berkata kepadanya, sayalah orang itu, apa yang anda perlukan? Lalu dia bertanya agaknya anda datang dari Nahrawan Timur. Maka saya menjawab, ya. Maka dia berkata, kami mahukan Abu al-Farj al-Muafi dari Nahrawan Barat. Lalu saya merasa amat kagum dengan kesamaan itu. Dirasat Fi Manhaj al-Naqd, hal. 155 Tahun Kelahiran Dan Kewafatan Tujuan menyatakan tarikh ialah untuk menentukan tabaqah lapisan atau generasi yang perawi itu berada bagi memastikan berlaku bersambung-sambung dalam sanad atau tidak. Ini kerana bersambung-sambung itu syarat bagi kesahihan hadith sementara terputus pula sebab kepada kecaman pada hadith. Selain itu, pendustaan sesetengah perawi dapat dikesan dengan menghitung tahun kewafatan perawi yang didakwa sebagai punca hadith dan tahun perawi yang mendakwa. Diriwayatkan daripada Ismail bin Iyash al-Himsi katanya, satu kali saya berada di Iraq lalu seorang ahli hadith datang kepada saya. Mereka berkata, di sini ada seorang lelaki yang meriwayatkan hadith daripada Khalid bin Ma`dan. Lalu saya bertanya pada tahun berapa anda mencatatkan hadith daripada Khalid. Dia menjawab, pada tahun 113 H. lalu saya berkata, sesungguhnya anda mendakwa bahawa anda telah mendengar daripada Khalid tujuh tahun setelah beliau meninggal dunia. Dirasat Fi Manhaj al-Naqd, hal. 157. Perhatian ulama’ terhadap tahun kelahiran dan kewafatan ini sangat jelas sehingga kitab-kitab mereka tentang perawi dinamakan dengan “al-Tawarikh” sebagaimana yang dapat dilihat pada al-Tarikh al-Kabir karangan Imam al-Bukhari, Tarikh Ibn Abi Khaitham dan juga Tarikh Ibn Main. Ada juga ulama’ yang menyusun nama-nama perawi mengikut tahun kewafatan dan metode ini dikenali dengan “al-Wafayat”. Contohnya, Kitab “al-Tarikh” oleh Abi Bisyr Harun bin Hatim al-Tamimi, “al-Tarikh” karangan Abu Musa Muhammad bin al-Muthanna al-Anazi. Nama Guru Dan Murid Adalah menjadi kebiasaan ulama’ yang menyusun kitab-kitab rijal untuk menyenaraikan guru-guru atau murid-murid bagi perawi atau hanya menyebut mereka yang terkenal sahaja. Di samping itu, disebutkan juga siapakah yang mengambil riwayat secara terus dan juga melalui perantaraan. Semua ini dapat membantu pengkaji rijal hadith untuk mengetahui ada pertemuan antara seorang syaikh dengan perawi itu. Pengarang kitab-kitab rijal akan berusaha bersungguh-sungguh untuk menyebutkan guru dan murid. Umpamanya di bawah biografi Imam Ahmad, al-Mizzi menyenaraikan lebih kurang seratus tiga puluh orang guru Imam Ahmad dan lebih kurang lapan puluh orang murid. Tahzib al-Kamal, jil. 1, hal. 437 Pengembaraan Ilmiyyah Pengembaraan atau rihlah memainkan peranan yang penting dalam sejarah ilmu hadith sama ada dari segi pengumpulan hadith atau mengenalpasti kedudukan para perawi. Sejarah mencatatkan bahawa Jabir bin Abdullah membeli seekor tunggangan dan mengembara dari Madinah ke Mesir untuk mendapatkan kepastian daripada Uqbah bin Amir adakah beliau mendengar sebuah hadith tentang melindungi orang mukmin. Selepas itu beliau terus pulang tanpa menghiraukan apa-apa urusan. Abu Lubabah, al-Jarh wa al-Ta`dil, hal. 24 Apabila berlaku gejala pemalsuan hadith, para ulama’ mengembara ke setiap ceruk negeri untuk mengkaji punca-punca hadith-hadith maudhu’ lalu mereka dapat mengetahui siapakah yang terlibat dalam jenayah ini. Daripada al-Mua’ammal bin Ismail katanya seorang syaikh telah menceritakan kepada saya beberapa hadith tentang kelebihan surah-surah. Lalu saya berkata kepada syaikh itu “Siapakah yang menceritakan kepada anda?”. Dia menjawab “Seorang lelaki di Madain telah menceritakan kepada saya dan dia masih hidup”. Lalu saya pergi menemuinya dan bertanya “Siapakah yang menceritakan kepada anda?”. Dia menjawab “Seorang syaikh di Wasit telah menceritakan kepada saya dan dia masih hidup”. Lalu saya pergi menemuinya dan dia berkata “Seorang syaikh di Basrah telah menceritakan kepada saya”. Kemudian saya pergi menemuinya dan dia berkata “Seorang syaikh di Abbadan telah menceritakan kepada saya”. Lalu saya pergi menemuinya dan dia menarik tangan saya dan membawa masuk ke sebuah rumah. Tiba-tiba saya dapati di dalamnya sekumpulan pengikut tasawuf bersama seorang syaikh. Lelaki itu berkata kepada saya “Syaikh inilah yang telah menceritakan kepada saya”. Lalu saya berkata “Wahai syaikh! Siapakah yang telah menceritakan kepada anda?”. Dia menjawab “Tidak ada sesiapapun yang menceritakan kepada saya tetapi saya melihat orang ramai tidak memberi perhatian kepada al-Quran maka saya menciptakan hadith ini untuk mereka supaya hati-hati mereka kembali berpaling kepada al-Quran”. al-Suyuti, Tadrib al-Rawi, hal. 222 Faedah daripada mencatatkan tempat-tempat dan tahun pengembaraan ialah untuk menentukan bersambung-sambungnya sanad perawi itu dengan ulama’ hadith di negeri itu. Contohnya sekiranya perawi itu tidak pernah sampai di Mesir dan tidak didapati bahawa ada ulama’ Mesir yang bertemu dengannya, lalu perawi itu meriwayatkan satu hadith dari ulama’ Mesir maka para ulama’ hadith akan berhati-hati dengannya. Ini kerana sudah ada syubhat dalam riwayat ini dan memberi gambaran bahawa sanad hadith itu tidak bersambung di samping mengambil kira penilaian yang lain seperti perawi itu dituduh berdusta, tidak tepat atau lalai. Dirasat Fi Manhaj al-Naqd, hal. 162 Perhatian Terhadap Sanad Sebagai Tuntutan Menjaga Hadith Hadith sebagai huraian kepada makna al-Quran. Seseorang mujtahid atau ulama’ tidak akan dapat memahami makna al-Quran sehinggalah beliau dapat menguasai hadith-hadith Rasulullah Oleh itu, hadith dikatakan sebagai praktik atau jelmaan kepada ajaran al-Quran. Oleh kerana hadith itu hanya sabit dengan adanya sanad yang dipercayai dan sanad itu merupakan rantaian para perawi, maka menjadi tugas umat ini untuk memeriksa dan mengenali para perawi. Adalah wajib kepada kita dalam menjaga sunnah untuk mengenali siapakah yang membawa hadith-hadith Rasulullah. Ini kerana periwayatan hadith itu ada kalanya dilakukan orang yang wajib kita menerima beritanya dan orang wajib kita menolaknya. Ini bererti terdapat kelas-kelas yang tertentu bagi para perawi yang menukilkan hadith. Memeriksa kedudukan para perawi sangat penting dalam menentukan kesahihan riwayat hadith. Lebih-lebih lagi dalam berinteraksi dengan berita-berita sejarah kerana kelonggaran dalam menukilkan peristiwa-peristiwa lebih ketara lagi. Ilmu Rijal Hadith ini sangat penting dalam berhadapan dengan pereka-pereka hadith. Kata Sufyan al-Thauri “Apabila para perawi menggunakan dusta dalam periwayatan maka kami gunakan sejarah untuk melawan mereka”. al-Khatib, al-Kifayah, hal. 119 Di sisi ulama’ hadith, sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan bagi hadith. Sanad merupakan ciri khusus umat Islam. Sebelum kedatangan Islam, sejarah tidak mengenali konsep sanad dalam menukilkan berita-berita malah kebenaran kitab-kitab suci agama sebelum Islam tidak dapat dibuktikan kerana sejarah kewujudannya tidak jelas. Apatah lagi dengan kitab-kitab sejarah. Kita boleh lihat kepada Injil iaitu Matta, Marks, Yuhanna dan Luke. Keempat-empat orang pengarang ini tidak pernah bertemu dengan Nabi Isa Sejarah tidak dapat memberikan jawapan siapakah yang meriwayatkan injil-injil ini daripada Nabi Isa Tambahan pula, tidak diketahui bahasa asalnya, bagaimana mungkin diyakini kebenarannya? Sulaiman al-Nadwi, al-Risalah al-Muhammadiyyah, hal. 30 Berbeza dengan keadaan Islam, setiap sumbernya itu mempunyai sanad yang jelas. Setiap hadith yang didakwa berasal daripada Rasulullah mempunyai sanad walaupun ianya hadith dhaif. Ulama Islam mengkaji hadith–hadith Rasulullah dari sudut matan dan sanadnya sekali. Bahkan mereka menetapkan bahawa sanad itu adalah juzuk yang penting bagi hadith. Tanpa sanad sesuatu tidak akan diterima. Dalam hal ini, Abdullah bin Mubarak mengucapkan kata-katanya yang sangat masyhur iaitu الإسناد من الدين. ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء. “Sanad itu sebahagian daripada agama. Tanpanya siapa sahaja akan mengatakan apa yang dia mahu kata.” Sahih Muslim, hal. 9 Dengan kedatangan Islam, tradisi sanad bukan sahaja digunakan dalam kitab-kitab hadith malah meliputi kitab sejarah, bahasa dan sastera. Cara Menguji Para Perawi Para imam ilmu rijal akan memeriksa keadaan perawi dari segi sejauh mana dia menjaga perintah-perintah Allah dan menjauhi kemungkaran. Untuk itu, ulama’ akan bertanya kepada orang yang lebih arif tentang perawi tersebut. Al-Hasan bin Saleh berkata “Apabila kami mahu menulis tentang seorang perawi, kami akan bertanya tentangnya sehingga dikatakan orang “Adakah anda mahu mengahwinkannya?”. Sekiranya seorang imam diceritakan hadith dari seseorang syaikh yang masih hidup, maka imam tersebut akan menemui syaikh tersebut untuk mendapatkan kepastian adakah benar begitu atau tidak. Syu’bah berkata “al-Hasan bin Amarah berkata bahawa al-Hakam telah menceritakan kepada saya daripada Yahya bin al-Jazzar daripada Ali sebanyak tujuh buah hadith. Lalu saya menemui al-Hakam dan bertanya kepadanya. Al-Hakam menjawab saya tidak pernah mendengar apa-apa daripada Yahya”. Ini menunjukkan bahawa hadith-hadith itu telah disandarkan kepada al-Hakam sedangkan beliau tidak pernah meriwayatkannya.al-Muallimi, Ilm al-Rijal wa Ahamiyyatuh, hal. 5 Jika imam itu mendengar hadith yang diriwayatkan daripada syaikh yang telah meninggal dunia maka beliau akan bertanya kepada perawi, bila syaikh itu meninggal dunia? Bilakah anda bertemu dengannya dan di mana? Kemudian imam itu akan membandingkan jawapan-jawapan tersebut dengan maklumat yang ada pada beliau tentang syaikh tersebut. Contohnya tentang cerita yang dinukilkan daripada Ufair bin Midan bahawa Umar bin Musa bin Wajih menceritakan daripada Khalid bin Madan. Kata Ufair “Lalu saya bertanya kepadanya, pada tahun berapakah anda bertemu dengannya?”. Lalu dia menjawab, pada tahun 158H di peperangan Armenia. Lalu saya berkata kepadanya “Takutlah kepada Allah wahai syaikh, jangan berdusta, Khalid meninggal dunia pada tahun 154. Saya ingin beritahu kepada kamu lagi, dia tidak pernah berperang di Armenia”. Ibid Studytentang rijalul hadist pada dasarnya meliputi hal-hal antara lain; A. namanya masing-masing, keadaan dan biografinya, laqak atau title dalam bidang hadist, seperti dabit,adil dsb. B. Guru-guru yang memberi atau menyampaikan hadist kepadanya. C. Murid-muridnya yang menerima hadist dari dia. D. Kedudukannya dalam ilmu hadist dan hasil Para rawi hadis itu disebut “Rijalul Hadis”. Untuk dapat mengetahui keadaan para rawi hadis itu terdapat “Ilmu Rijalul Hadis” yaitu “Ilmu yang membahas para rawi hadis, baik dari kalangan Sahabat maupun Tabi’in dan orang-orang angkatan sesudah mereka” Dalam ilmu Rijalul Hadis ini dijelaskankan tentang sejarah ringkas para rawi hadis dan riwayat hidupnya, dan mazhab yang dianut serta sifat-sifat rawi dalam meriwayatkan hadis. Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak macamnya. Ada yang hanya menerangkan riwayat singkat dari sahabat Nabi, dan ada yang menerangkan riwayat hidup rawi secara lengkap. Ada juga yang menjelaskan para rawi yang dipercayai siqah saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat para rawi yang lemah-lemah, atau para mudallis, atau para pembuat hadis maudu’. Dan ada yang menjelaskan sebab-sebab dicatat dan sebab-sebab dipandang adil dengan menyebut kata-kata yang dipakai untuk itu serta martabat-martabat perkataan. Pertama seorang ulama yang menyusun kitab riwayat ringkas para sahabat, ialah Imam al-Bukhari w. 256 H. Kemudian, usaha itu dilaksanakan oleh Muhammad ibn Sa’ad w. 230 H. Sesudah itu bangunlah beberapa ahli lagi. Di antaranya, yang penting diterangkan ialah Ibn Abdil Barr w. 463 H. Kitabnya bernama al-Isti’ab. Pada permulaan abad yang ketujuh Hijrah berusahalah Izzuddin Ibnul Asir 630 H mengumpulkan kitab-kitab yang telah disusun sebelum masanya dalam sebuah kitab besar yang dinamai “Usdul Gabah”. Ibnul Asir ini adalah saudara dari Majduddin Ibnu Asir penulis An-Nihayah fi Garibil Hadis. Kitab Izzuddin diperbaiki oleh Az-Zahabi w. 747 H dalam kitab At Tajrid. Sesudah itu di dalam abad yang ke sembilan Hijrah, bangunlah Al Hafid Ibnu Hajar al-Asqalany menyusun kitabnya yang terkenal dengan nama Al-Ishabah. Dalam kitab ini dikumpulkan al-Isti’ab dengan Usdul Gabah dan ditambah dengan yang tidak terdapat dalam kitab-kitab tersebut. Kitab ini telah diringkaskan oleh As-Sayuti dalam kitab Ainul Isabah. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian Rijalul Hadis. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Al-Qur'an Hadis Kelas X MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2014. Kujnjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin. Untukmempelajari ilmu hadis diperlukan kesabaran, ketelatenan dan kejernihan hati. Sebab ilmu yang dipelajari tanpa pendasaran akan melahirkan pemahaman yang amburadul dan lompatan logika yang liar dan tidak sistematis. Maka dari itu, mempelajari ilmu hadis dari dasar adalah sangat penting. Buku ini diawali dengan Definisi Hadis dan sinonim-
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Urgensi Mempelajari Ilmu Rijalul Hadis Hadits adalah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan. Hadist ini di tulis atau diriwayatkan oleh seseorang yang disebut juga perawi. Dalam periwayatan sebuah hadits itu terdapat seseorang yang sangat pandai dalam menuliskan apa yang dilakukan,disampaikan,dan ditetapkan oleh Rasullulah. Ilmu Rijalul Hadist atau juga disebut ilmu Rijal Al-Hadist merupakan salah satu cabang ilmu Ulum Hadist yang secara spesifik membahas tentang keberadaan para rijal hadis atau para perawi hadist . Dengan kata lain ilmu ini mempelajari tentang para periwayat hadist dalam kapasitas mereka dalam periwayatan hadist. Kedudukan ilmu ini sangat penting didalam periwayatan ilmu hadist, karena ilmu rijal al hadist ini mempelajari persoalan yang terdapat pada sekitar sanad dalam hadist. Sanad adalah suatu jalan yang menyampaikan menuju kepada hadits atau juga bisa diartikan jalan yang menuju kepada inti atau isi dari hadist tersebut matan. Dengan ini kegiatan perawi hadist juga bisa disebut sebagaiDalam pembahasannya menurut Muhammad 'Ajjaj al-Khatib membagi Ilmu rijal al-hadits ini terbagi menjadi 2 cabang yaitu ilmu yang membahas tentang keadaan-keadaan para perawi dari segi aktifitas mereka pada saat meriwayatkan hadist juga bisa disebut ilmu Tarikh al-Ruwah dan ada juga ilmu yang membahas keadaan-keadaan para perawi dari segi diterima tidaknya periwayatan yang telah mereka susun bisa disebut juga ilmu Jarh wa al- Ta'dil .Dengan kata lain ilmu ini mempelajari tentang para periwayat hadist dalam kapasitas mereka dalam periwayatan Tarikh al- Ruwah adalah cabang ilmu yang mempelajari atau juga membicarakan tentang keadaan para perawi hadist terutama pada saat kelahirannya, kewafatannya, guru-gurunya,negerinya ,tempat kediamannya atau juga rumah , perlawatan-perlawatannya dan segala hal yang mengenai perawi dan berhubungan dengan urusan. Hadist dengan kata lain ilmu ini membahas tentang biodata atau riwayat hidup seorang rawi tersebut semasa hidupnya namun yang berhubungan dengan cara bagaimana perawi tersebut meriwayatkan sebuah Jarh wa al-ta'dil adalah ilmu yang membahas tentang kritik yang berisi celaan maupun pujian terhadap para periwayat hadist. Ilmu ini mempelajari tentang apa saja tentang tanggapan-tanggapan orang lain tentang hadist yang diriwayatkan seorang perawi hadits bisa saja ada orang yang mendukung tentang isi hadits tersebut dan juga ada sebagian orang yang berpendapat terbalik yaitu justru celaan bagi sang periwayat hadist tersebut. Dalam ilmu ini sangat bermanfaat bagi siapa yang mempelajarinya karena dengan ilmu rijal al hadist seseorang mendapatkan gambaran bagaimana seorang perawi saat meriwayatkan hadist dan juga mengetahui latar belakang dari perawi hadist yang haditsnya masih berlaku sampai sekarang. Oleh karena itu para ulama islam pun juga sangat antusian dalam meneliti para perawi hadis .Sebagian para ulama modern sangat mementingan hal-hal ini karena dalam rijal hadist meneliti bagaimana sanad hadist,mereka juga ingin mengetahui ketersambungan sanad dan keterputusan sanad dalam suatu hadist. Begitupula ke-marfu'an hadist atau juga dikatakan hadis yang disandarkan kepada Nabi atau ke-mauqufan-nya bisa dikatakan dengan hadis yang disandarkan kepada sahabat Nabi. Oleh karena itu lah banyak ulama yang tergerak hatinya dalam penulisan berbagai keterangan yang berkenaan dengan para periwayat hadist, dan tidak sedikit pula ulama hadist yang banyak memiliki pengetahuan tentang sejarah para periwayat hadist .Tanpa adanya penulisan dan penjelasan tentang berbagai keterangan yang menyangkut dengan periwayat hadist itu, maka umat islam akan lebih mudah tersesat dalam memahami suatu hadist. Karena orang awam akan lebih mudah begitu saja dalam menerima hadist tanpa tahu siapa dan bagaimana orang yang meriwayatkan hadist tersebut. Mereka juga akan memahami apa saja yang dituliskan dalam hadist tanpa memperhatikan bahwa hadist itu sesuai ajaran atau tidak, dan yang lebih parahnya suatu hadist itu juga dapat tersebar tanpa mengenal siapa yang demikian jumlah periwayat hadist pun tidak sedikit , maka seorang ulama akan kesulitan menuliskan seluruh seluruh periwayat hadist dalam satu kitab tertentu. Oleh karena itu ulama ada yang menuliskan riwayat hidup seorang perawi saja atau keterangan yang berkenaan dengan Nabi. Ada juga ulama yang menuliskan tingkatan perawi rijal ini sangat bermanfaat dan sangat membantu para ulama pengkaji hadist yang ingin meneliti kualitas suatu hadist. Untuk mengetahui apa ilmu yang terkandung didalam hadist juga membutuhkan ilmu pengetahuan ilmu hadist yang tinggi dan memadai. Hal tersebut dimaksudkan kepada pengkaji hadist dapat mengadakan tarjih ketika dalam perbedaan REFERENSI Mukhtar, M. 2011. Penelitian Rijal Al-Hadis sebagai kegiatan ijtihad. Jurnal Hukum Diktum, Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
3258 FIQIH SHOLAT : HADITS TENTANG DO'A DUDUK DI ANTARA DUA SUJUD; 3258. FIQIH SHOLAT : HADITS TENTANG DO'A DUDUK DI ANTARA DUA SUJUD. Posted on Juli 18, 2014 by PISS-KTB. PERTANYAAN . Pak Rudi Haryatno. mohon share ilmu:adakah hadist ttg: BACAAN DO'A DUDUK DIANTARA DUA SUJUD YANG MASYHUR INI :
Uploaded byNofa Hidayahtullah 100% found this document useful 2 votes4K views11 pagesDescriptionpembahasan mengenai ilmu rijal al-hadithOriginal Titlemakalah ilmu rijalul haditsCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document100% found this document useful 2 votes4K views11 pagesMakalah Ilmu Rijalul HaditsOriginal Titlemakalah ilmu rijalul haditsUploaded byNofa Hidayahtullah Descriptionpembahasan mengenai ilmu rijal al-hadithFull description Tidakmalu untuk bertanya kepada gurunya atau meminta penjelasan tentang hal yang belum ia pahami Demikian paparan singkat mengenai adab menuntut ilmu. Artikel: Ucapan Selamat Idul Fitri Sesuai Sunnah, Ceramah Tentang Ikhlas Dalam Beramal, Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam, Arti Sumbu Pendek, Bacaan Ayat Sajdah. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pentingnya mempelajari Ilmu Rijal al-Hadis dalam mempelajari HadisHadis merupakan perbuatan, perkataan, dan ketetapan dari nabi muhamad SAW, di dalam islam kita memiliki dua sumber ajaran agama yaitu alquran dan hadis. Mempelajari hadis juga merupakan suatu kewajiban seperti halnya mempelajari al quran, dalam mempelajari hadis-hadis kita membutuhkan ilmu atau kaidah yang di khususkan untuk mepelajari ilmu hadis yaitu ulum hadis. Ulum hadis merupakan ilmu pokok yang harus dipelajari untuk memahami hadis lebih mendalam, dengan mempelajari ulum hadis kita akan mendapatkan banyak manfaat seperti mengetahui sunah-sunah yang dilakukan oleh nabi muhamad SAW serta banyak pelajaran lain. Di dalam ulum hadis ada berbagai cabang-cabang yang kita semua dapat pelajari dan dalam hal ini kita akan mempelajari ilmu rijal al-hadis yaitu ilmu untuk mempelajari hadis berdasarkan para perawinya mulai dari perawi lahir sampat perawi tersebut Rijal al-Hadis merupakan ilmu yang mempelajari mengenai keadaan para perawi hadis, baik dari sahabat, tabi'in, maupun angkatan setelahnya. Ilmu rijal al-hadis ini merupakan ilmu yang penting untuk kita semua pelajari karena banyak ulama yang memberikan perhatian yang sangat serius terhadap ilmu ini untuk mengetahui tokoh-tokoh yang ada didalam sanad, ilmu ini merupakan bagian dari ulumul hadist, ruang lingkup dari ilmu rijal al-hadis adalah dari kehidupan para tokoh perawi hadis itu sendiri, meliputi masa kelahiran lalu perjalanan para perawi dalam meriwayatkan hadis, negeri asal maupun negeri dimana mereka mengembara dengan jangka waktu yang beberapa lama serta kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan hadis, banyak beberapa ulama berpendapat bahwa ada dua hala yang dapat dinilai dari pribadi para perawi yaitu keadilan dan kualitas intelektualnya apabila kedua hal ini sudah dimiliki oleh perawi maka perawi tersebut dapat dinyatakan sebgai perawi yang bersifat stiqah. Banyaknya hadis palsu yang sudah menyebar disebabkan karena ketidakjelasan para perawinya dalam merumuskan hadis tersebut. Dan banyak juga orang-orang yang mempercayainya hadis palsu yang sudah tersebar dan akan sangat berbahaya jika hal tersebut sampai terus-menerus terjadi, karena dapat menyebabkan penyimpangan terhadap pemahaman hadis yang sahih, kajian ilmu ini memang tidak mudah dipelajari karena pembahasan di dalamnya meliputi para perawi dalam berbagai aspek seperti personal perawi. Dengan mempelajari ilmu rijal al-hadis kita dapat mengerti kualitas para perawi dalam merumuskan hadis, karena dengan menentukan siapa perawi hadis kita juga dapat menentukan apakah hadis tersebut asli maupun tidak serta apakah hadis tersebut didapat langsung dari rasulullah SAW maupun dari sahabat-sahabatnya. Bagi seorang muslim sebaiknya dapat mempelajari ilmu ini agar kita dapat mengetahui kebenaran dari hadis yang kita ketahui dan dapat menyimpulkan bagaimana kualitas hadis yang kita semua ilmu ini tidak hanya membahas mengenai biografi dari perawi saja melainkan juga membahas bagaimana kualitas para perawi dalam merumuskan hadis serta kepintaran dan juga kepribadian para perawi. Dengan mengentahui tentang ilmu ini juga dapat membantu kita untuk mengetahui adakah hadis palsu serta mengetahui tingkat keshahihan hadis-hadis yang ditemui. Banyak manfaat lain yang didapatkan dari mempelajari ilmu rijal al-hadis ini seperti membuat kita mengetahui hadis mana yang datang lebih dahulu dan datang kemudian serta data-data dari perawi hadis, mengetahui tentang tersambung atau terputusnya sanad dalam hadis serta kualitas serta tingkatan suatu hadis dalam permasalahan sanad dalam hadis, dapat mengetahui sikap perilaku maupun pandangan para ahli hadis yang menjadi kritikus terhadap para perawi dalam merumuskan suatu hadis serta menjaga keaslian dari hadis tersebut, dan memberikan kita semua pengetahuan mengenai kualitas dan keaslian suatu yang dapat diambil dari pentingnya mempelajari ilmu rijal al hadis adalah kita dapat mengetahui bagaimana membedakan antara hadis yang shahih maupun tidak dengan cara mempejari perawi dari hadis tersebut. Dengan mengetahui kualitas dari perawi kita juga dapat mengetahui kualitas dari hadis yang diriwayatkan oleh perawi tersebut, kita dapat mengetahui apakah hadis ini palsu atau keliru dengan melihat siapa perawi yang meriwayatkannya. Sebagai muslim yang baik kita harus dapat memastikan apakah hadis-hadis yang kita baca atau pelajari ini sudah benar dan sesuai syariat islam oleh karena itulah pentingnya mempelajari ilmu rijal al-hadis Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya csto.
  • 1md9j2fnlu.pages.dev/368
  • 1md9j2fnlu.pages.dev/291
  • 1md9j2fnlu.pages.dev/404
  • 1md9j2fnlu.pages.dev/121
  • 1md9j2fnlu.pages.dev/463
  • 1md9j2fnlu.pages.dev/37
  • 1md9j2fnlu.pages.dev/69
  • 1md9j2fnlu.pages.dev/214
  • pertanyaan tentang ilmu rijalul hadits